Blinkie Text Generator at TextSpace.net

Selasa, 11 Desember 2012

akhir sesalku

-->
“kenapa harus disana?kenapa pula harus jurusan itu yang lulus?!” ujar ku dalam hati. Aku masih tidak bisa menerima kenyataan yang ada dihadapanku, terus mengutuk hasil tes penerimaan mahasiswa baru yang ada dilayar laptop.
                                                           
Selamat Kepada
nama      :Keyzia nurhaffad
no. peserta:9935289335
     Anda lulus di Universitas Riau dengan jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Untuk info lebih lanjut klik disini.
    
Gelap malam dan gerimis ditambah cahaya redup dari lampu yang merupakan satu-satunya sumber cahaya yang menerangi ruang kecil tempatku senantiasa melepas lelah setelah beraktivitas benar-benar mewakili perasaan insan yang sedang galau sepertiku saat ini. Ku hempaskan tubuh mungil ini begitu saja ke atas ranjang yang berada di pojok kanan kamarku, air mata terus mengalir tanpa henti. Bagaimana tidak, mimpi yang telah ku rancang sedemikian rupa dari awal ku mengenakan seragam putih abu-abu, mimpi yang membuatku harus cekcok tiap hari dengan papa yang berbeda pandangan dengan apa yang telah aku putuskan, and tiba-tiba harus hancur lebur . Wow suatu hal yang amat amazing bukan?
Ku pejamkan mata dan membiarkan otak menjelajah ruang waktu hingga sampai pada saat ku mengisi formulir pendaftaran sebagai peserta tes perguruan tinggi. “Jen, aku harus pilih apa lagi, pilihan pertama dan kedua udah oke nih, yang terakhir bagusnya pilih apa?” Tanya ku pada Jeni yang merupakan salah satu sahabatku.
“Pilih PGSD ja zi, kayaknya lagi heboh tu. Dhani, Mawar, and andes juga milih jurusan itu”jawabnya
Aku yang panik nya overdosis tanpa pikir panjang langsung klik aja PGSD di UR, karena  pilihanku udah di Padang semua, ceritanya pengen buat pilihan terakhir ne tampil beda gitu lho. Mulailah aku belajar dengan sungguh-sungguh, beli buku ini dan itu untuk membantu proses belajar, maklumlah aku nggak  ikut bimbel seperti anak-anak yang lain. Seminggu sebelum tes aku udah nyampe di Padang. Di sana aku sama sahabat kecilku Wiwi yang sekarang merupakan mahasiswa kedokteran disalah satu universitas swata yang ada di Sumatera Barat, kami berdua menjadi penghuni sebuah kamar kost yang lumayan besar. Masih segar di ingatanku yang nggak bermaksud nguping, si Wiwi menangis sambil telfonan sama mamanya  karena dipaksa jadi dokter. “ma, iwi nggak mau jadi dokter, iwi mau jadi guru bahasa Inggris” ucapnya sambil menangis.
“kamu itu anak mama, jadi kamu harus nurut apa yang mama bilang, kamu harus jadi mahasiswa kedokteran, kalau nggak  bisa universitas negeri, kamu masuk universitas swasta” balas mamanya tak mau kalah.
Teman ku itu langsung mematikan telfonnya dan terus menangis, tanpa pikir panjang aku langsung mendekat dan bertindak layaknya malaikat kecil yang pakai baju putih-putih dengan bando bundar diatas kepalanya ditambah pasang tampang sedih tingkat wahid. “sabar ya wi, jadi dokter kan bagus tu, jadi seandainya Chila yang ada di iklan tu gagal jadi dokter, kan ada kamu yang ngobatin teman Chila yang sakit” canda ku sambil mengusap pundaknya. Dia terus menagis dan mengabaikan makhluk kasat mata yang bela-belain jadi malaikat sementara itu. Tanpa sadar penjelajahan memori ku terhenti sampai disana rasa lelah memaksaku untuk menutup mata menjelang pagi datang.
Aku tak punya pilihan lain, aku harus daftar ulang di UR sebelum pengumuman tes  mandiri dari universitas lain yang ku ikuti keluar. Keadaan benar-benar membuatku harus menelantarkan mimpi yang begitu indah. Minggu, 22 Juli 2009 aku berangkat ke Riau untuk pertama kalinya. Tak berani ku menatap mata kedua orang tua yang akan ku tinggal dalam waktu yang lama, aku menunduk dengan membawa koper yang berisi baju dan perlengkapanku yang lain. Aku tak ingin menangis, aku tak ingin kelihatan manja seperti biasa, aku tak ingin mama terlalu mengkhawatirkan kepergianku. Berusaha menahan semua gejolak yang ada dalam hati, dada dan tenggorokan ku terasa begitu sempit. Papa meletakkan koperku di bagasi mobil travel yang akan mengantarkanku ke bumi lancang kuning tersebut.
“hati-hati ya sayang, ingat Tuhan dimana pun berada jangan lalai shalatnya ya nak, kuliah yang benar,” ucap mama sambil memelukku. Hati ini seperti ditinju Chris jhon yang lagi memukul lawannya untuk mempertahankan gelar dunia,sakit tiada terperih ketika mendengar semua nasihat mama tapi ku berusaha untuk kelihatan tegar dan tetap tidak meneteskan air mata hanya sebagai tanda bahwa aku akan baik-baik saja disana. Ku peluk dan kucium mama dan papa sebelum ragaku dilarikan sopir travel ke Riau.
“dah besar anak papa, jangan sedih mama sama papa kan datang nyusul kamu kesana” ucap  papa mencoba menghiburku sambil menepuk-nepuk pundakku, mungkin beliau tahu kalau hati anak perempuan satu-satunya ini lagi renta. Aku hanya tersenyum kecut pura-pura bahagia mendengar semua nasehat yang ditendangkan ke telinga ku. Aku ingin cepat-cepat beranjak dari sini sudah tak kuat lagi, aku ingin nangis. Ku langkah kan kaki menuju pintu mobil.
“kakak tunggu, main pergi ja anti nggak pamit sama ane” canda adikku sambil mengulurkan tangan.
“belajar yang rajin jelek, kalau semester ini kamu nggak masuk sepuluh besar kakak jewer kamu” balas ku sambil memberantakan rambutnya yang sudah tertata rapi.
“aduh mak, kayak gini calon guru main jewer-jewer ja” balasnya lagi tak mau kalah.
“udah tu, kapan berangkatnya kalau becanda terus” ujar mama menghentikan ku.
Ku tutup dan buka mobil untuk melambaikan tangan sambil mempersembahkan sebuah senyum perpisahan yang teramat manis tanpa menatap mereka dengan focus, alasannya tetap sama aku hanya tak ingin mereka melihatku pergi dengan keadaan sedih. Dari jauh ku lihat mereka tetap berdiri ditempat yang sama dan melihat kearah mobil yang ku tumpangi. Disana ku coba memperhatikan raut wajah mereka yang ku tinggalkan.
Sang sopir membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi. Melewati tikungan yang tajam, jalan bergelombang membuat tubuhku terguncang, kepala pusing tak karuan rasa mual yang cukup hebat yang maksaku mengeluarkan sarapan pagi yang ku santap dari rumah alias muntah. Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang dan melelah akhirnya aku sampai juga dirumah nenek yang merupakan tempat tinggal sementara ku selama aku di Riau.
“assalamualaikum” sapa ku dari balik pagar sambil memegang koper yang beratnya cukuplah membuat tangan ini sakit seharian.
“waalaikumsalam, duh cucuku dah besar sekarang, dah lama nenek tidak pergi ke kampung jadi kangen sama kamu,”
“zi juga kangen sama nenek”
“nanti ja ceritanya sayang, masuk dulu dah malam ne kamu pasti capek”
Hari ini 3 september 2010, hari pertama ku kuliah, pergi diantar pulang dijemput maklum rumah nenek lumayan jauh dari kampus. “enak kalau tiap hari begini, nggak  usah naik angkot” ujarku dalam hati. Ternyata oh ternyata semua tidak berlangsung lama cuma 2 hari cuy ! 2 hari! Setelah itu  terasa semua begitu sangat luar biasa menyiksa, nenek yang rumahnya jauh dari kampusku mengharuskanku tiap hari berdesakan dalam bus kota seperti ikan sarden dalam toples yang keringatan habis jogging. Dan tahu kah apa yang terjadi? Aku nyasar  ke mall SKA.
Malam aku menangis menyalahkan nasib atas apa yang menimpaku, saking kalap dan bodohnya, aku menanyakan dimana letak keadilan Tuhan yang telah menepatkn aku diposisi yang sangat bertolak belakang dengan tujuan awalku. Aku tak sadar bahwa banyak orang diluar sana yang sangat ingin sekali melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi tapi dia tak mampu.
               I wanna be a billionaire so freacking bad suara merdu Bruno mars dari handphone ku
Menghentikan kegiatan nangisku, ku tatap nama yang muncul di layarnya. Teguh arya prayoga teman baikku. Ku ceritakan padanya bagaimana keadaanku, bagaimana perasaanku yang hancur seperti mozaik-mozaik kaca yang dilemparkan.
“zi, zi, sejak kapan loe jadi makhluk cengeng kayak gitu? Dengan loe nangis, loe berteriak tak kan ada satu pun bagian yang menurutmu menyebalkan dari hidup ini akan berubah” ucapnya mencoba menesehatiku.
“aduh Guh, aku nggak  da bilang hidup ini menyebalkan, tapi menyakitkan!”
“hello Keyzia, sama ja kale, paling tidak loe masih menyalahkan nasib dan mempertanyakan mengapaTuhan meletakkan loe diposisi seperti ini, dengar Zi sukses itu tidak harus jadi dokter, konsultan, ataupun direktur dan sukses itu nggak harus kuliah dengan jurusan kedokteran, teknik pertambangan, arsitek atau apalah itu namanya. Sukses itu ada dimana saja hanya bagi orang yang mau meraihnya, termasuk jadi guru cuy
Aku kaget mendengar apa yang dikatakan Teguh rasa sepeti di tampar Lee hong ki. ”hehehe, bagus tu motivasinya sepertinya  Mario teguh punya saingan” ledekku.
“tenang saja Zi nggak lama lagi Mario teguh digantikan oleh Teguh arya”

Tut…tut…tut… tiba-tiba suara aneh itu muncul ditengah percakapanku dengan sahabat yang telah lama tak jumpa. Padahal banyak hal yang ingin ku sampaikan padanya, aku belum sempat nanya kabarnya, bagaimana dengan teman yang lain apakah mereka baik-baik saja tapi apa daya pulsanya terputus ditengah jalan. Tapi lumayanlah paling tidak rasa sedih ini tak sekuat tadi.
Waktu begitu cepat berlalu, tak terasa sekarang aku harus praktek mengajar disalah satu  SD yang ada di Pekanbaru,yang ada dalam pikiranku aku akan bertemu dengan anak-anak nakal, ibu-ibu yang suka ngoceh, kelas yang ribut.
cahaya jingga dari sang surya merekah disela dedaunan mangga di depan rumah kostku, kokok ayam mengiringi kemunculan mentari pagi yang seolah-olah menebar senyum memberi tanda hari ini cuaca cerah, seiring dengan berbunyinya alarm dari jam weker yang berada di atas meja kecil tepat disebelah kiri tempat tidurku. Aku berusaha untuk bangun walau kantuk masih mengusai diri. Ku bersiap menjalani aktivitas baruku sebagai seorang guru, walau hanya untuk beberapa bulan sich.
Ku berjalan menelusuri jalan yang penuh bebatuan, untungnya semalam nggak hujan jadi jalannya kering nggak becek. Di tengah  perjalanan aku bertemu dengan seorang bapak-bapak mungkin usianya sekitar 50an lah yang memakai baju koko hijau muda dan celana hijau tua dengan sepatu kulit warna hitam yang sudah kelihatan usang, kaca mata bulat agak lonjong menempel dibatang hidungnya ditambah senyum lebar yang memperjelas garis-garis keriput diwajahnya yang menimbulkan kesan ramah.
“ Pagi pak.” sapaku sambil membungkukkan sedikit badan seperti yang dilakukan oleh orang Jepang sebagai tanda penghormatan.
“ Pagi juga nak, mau kemana?”
“ SD 01 pak, saya praktek disana.”
“ Siapa nama kamu nak.”
“Keyzia, tapi bisa dipanggil Zi aja  kok pak kalAu saya bisa panggil bapak apa ni?”
“panggil saja saya pak Ramdhan, kenapa kamu mau jadi guru Zi? Tantangan jadi guru itu besar lho gajinya nggak seberapa.”
“ Udah nasib pak, awalnya aku juga nggak niat tapi dari pada nggak kuliah dan nganggur dirumah.”
“ Luruskan lah niatmu dari sekarang kalau mau bersedekah separuh-separuh tidak ada pahalanya kalau mau bersedekah  tidak ikhlas". Aku hanya diam mendengar apa yang ia bicarakan.
“ Oh gitu, ehh kita sudah sampai ni.”
“ Bapak ngajar disini juga?” tanyaku.
“ Saya kepala sekolah disini nak.”
Kaget kelas berat aku dibuat bapak ini, ternyata dia kepala sekolah tempat aku praktek. Seperti apalah jadinya nilai ku ini besok, aku tadi sudah cerita pula  kalau aku kurang niat jadi guru.
Hari-hari praktekku disana  terasa begitu berat, bagai memikul sebungkah batu besar yang diletakkan di atas pundakku, tubuh kecil ini hanya terkapar tak sanggup menahan semua beban. Bagaimana tidak tubuh dan jiwa ini benar-benar letih menjalani hari yang bisa dibilang sangat menyebalkan.
Aku ingin merasakan indahnya hidup tapi sampai saat ini moment indah itu belum juga datang. Sekarang lagi tak ingin mendengar ceramah atau pidato dari siapapun tapi aku tak bisa bilang atau kabur dari semua kenyataan yang ada dihadapanku. Apa lagi sekarang hari guru, aku harus ngumpul di aula dan mendengar pidato dari kepala sekolah tempat aku praktek.
“…Guru bak pelita kehidupan. Menerangi kita dengan cahaya ilmu pengetahuan. Dan menghiasai kita dengan tata krama, sikap santun, dan sopan. Itu harapannya, agar muridnya sukses dikemudian hari  kelak berjumpa nanti masih tertanam benih-benih ilmu yang telah ditebarkannya di kebun ilmu pengetahuan kita. Bapak Ibu guru yang dimuliakan oleh Allah, menjadi seorang guru dikatakan bahwa kita patut digugu dan ditiru karena hakekat para guru  luar biasa mulianya. Ucapan seorang guru adalah ucapan seorang pemimpin yang harus dapat dipercaya, karena benar, faktual, bukan fitnah, dan dapat dipertanggungjawabkan. Guru mesti layak digugu, diikuti, dan dipercaya. Ucapan guru, ajakan guru, ajakan pemimpin dilakukan dengan memberi contoh, menjadi contoh, yang akhirnya diikuti oleh anak didiknya…” ucap pak Ramdhan dengan begitu semangat.
Kalau mendengar ucapan temanku Teguh rasanya ditampar Lee hong kee, tapi mendengar ucapan pak Ramdhan rasanya aku ditampar mpok Ati sakitnya berasa banget.
 Guru bak pelita kehidupan, ucapan seorang guru adalah ucapan seorang pemimpin. Kata-kata itu masih terngiang-ngiang ditelingaku. Tubuhku terkapar di atas ranjang kecil, mata menerawang menembus langit-langit merenungkan kata sederhana yang maknanya luar biasa. “ Benar yang dikatakan pak Ramdhan, jadi guru tidaklah buruk semua orang hormat kepadanya.” ucapku dalam hati.
            Aku masih ingat guru sejarah SMAku yang masih tetap mau mengajar walau tekanan darahnya rendah, semua itu hanya karena beliau tidak ingin muridnya ketinggalan. Guru kesenian SD ku yang masih tetap mau mengajar walau muridnya bandel kelas berat, rumah beliau jauh dari sekolah, gaji nggak seberapa maklum lah waktu itu beliau masih tenaga honorer. Semua kenyataan  yang ada seolah-olah mencambuk kesadaranku yang selama ini  hanya diam dalam keterpurukan, tak melihat titik terang yang ada, ku merasa bahwa ini juga cara Tuhan memberi tahuku bahwa ini lah yang terbaik.
            “ Keyzia, hari ini kamu semangat ingat jadi guru suatu hal yang amazing” ujarku dalam hati untuk sekedar pemberi semangat sebelum aku pergi mengajar. Rasanya pengalaman mengajarku pagi ini sangat luar biasa, baru kusadar jika semua hal itu dinikmati akan terasa indah.
            Ohh presiden itu ada juga karena guru lho.